Jika bicara tentang tayangan di televisi, kita tidak akan lepas dari
Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI sebagai lembaga yang punya wewenang dalam
pengaturan kegiatan penyiaran. Nah kemarin malam, saya main ke kaskus dan 1cak
dan menemukan orang-orang sedang diskusi soal spongebob dan KPI. Di 1cak hampr
semua postingan gambar terbaru itu membahas spongebob yang katanya sudah tidak
tayang lagi dan banyak gambar yang sedikit menghujat KPI.
Dan ternyata sumber masalahnya adalah ini
KPI mengeluarkan siaran pers no. 2208/K/KPI/09/14 pernyataan tentang
bahaya film kartun anak-anak dan mengeluarkan sanksi administratif kepada
stasiun televisi yang menayangkannya. Sebagai penikmat film kartun, saya
sedikit tergelitik untuk membahas ini.
Tapi sebelumnya saya mau bantu mengingatkan dulu untuk yang kontra sama
keputusan KPI ini, agar tidak melakukan penolakan secara membabi buta,
mengeluarkan kata-kata kasar dan bikin meme yang enggak-enggak. Kaji dulu
pelan-pelan masalahnya.
Okesip
Saya baca seluruhnya tentang siaran pers tersebut, tidak ada
penghapusan kartun. KPI hanya menginstruksikan untuk menghapus adegan-adegan
berbahaya yang ada di kartun itu. Tapi kita juga tidak tahu pada akhirnya
stasiun televisi akan menghapus atau tidak. Barangkali mereka tidak mau ambil
resiko terkena sanksi. Tapi di berbagai forum ‘amuk massa’ nya sudah cukup
heboh karena banyak menganggap kartun bakal dihapus.
Begini, saya juga penggemar kartun. Sudah sebesar ini pun saya masih
suka kartun. Dan menurut saya, pemikiran orang-orang tentang kartun adalah
tayangan untuk anak-anak itu salah besar. Definisi kartun sendiri itu kan film
dua dimensi, film yang disusun dengan teknik animasi dan tidak melibatkan
mahluk ril dalam penceritaanya. Jadi genre dan peruntukannya pun beragam tidak
semata-mata cerita anak-anak saja. Memang banyak cerita untuk anak-anak karena
kreator bisa menciptakan tokoh-tokoh lucu yang lebih diminati anak-anak. Diluar
itu, film kartun juga punya peruntukan untuk orang dewasa.
Perbedaan peruntukan itu tidak semata-mata dilihat ada adegan
kekerasannya atau tidak. Ada adegan percintaannya atau tidak. Kompleksitas
cerita juga menentukan peruntukan, apakah ini layak untuk anak-anak atau tidak.
Ada film kartun yang masuk golongan sweet story , tanpa kekerasan tanpa adegan
percintaan, tapi karena ceritanya kompleks tentang permainan hidup
menjadikannya tidak masuk dalam rating semua umur (SU) tapi 13+. Nah yang
seperti itu saja belum masuk layak untuk ditonton anak-anak toh. Maka dari itu
kita tetap harus melihat rating kartun, untuk 17+ kah, 15+ kah baru disaring
boleh ditonton atau tidak. Peranan orang dewasa dalam proses filter sangat
penting disini.
Kalau saya lihat, memang kartun yang beredar di Indonesia sekarang
tidak semua peruntukannya untuk anak-anak. Crayon Shincan misalnya memang bukan
untuk konsumsi anak-anak dan dari pihak penyiaran di jepang juga tidak
mengklasifikasikannya untuk anak-anak. Kenapa disini jadi heboh saat dilarang
untuk anak-anak konsumsi? :p Ya saya rasa ini efek mindset kita tentang kalimat
“Kartun hanya untuk anak-anak”Jadi begitu ada niatan untuk dihapus jangan heran
kalau banyak yang kurang suka, dan rata-rata orang dewasa yang menentang.
Mereka tidak menentang soal pengkalsifikasiannya yang bukan untuk anak-anak. Karena
memang itu tontonan untuk orang seperti saya, yang butuh jokes-jokes dari film
kartun kalau lagi mumet.
Dan protes tentang isu film kartun ini juga didukung dengan kekesalan
terhadap program televisi tak bermutu lain yang justru masih dengan santainya
muncul di prime time. KPI selalu terkesan lamban mengatasi masalah program tak
bermutu. Masih ingat tentang YKS? (Maaf maaf aja nih buat pecintanya), YKS
sudah mengudara hampir 1 tahun baru ditutup penayangannya. Jadi terkesan butuh
waktu 1 tahun untuk mengkaji dimana sisi tidak bermutunya yang jelas-jelas ada
didepan mata. Sekarang sudah banyak lagi program drama televisi yang isinya
seperti apa yang dikeluhkan KPI di siaran pers itu (kekerasan dan percintaan)
dan penontonnya kebanyakan anak-anak, sudah cukup lama beredar dan baru mau
dikaji sekarang. Apa tidak bisa sebelum tayang dikaji?
Belum lagi masalah pembajakan dan kesamaan konsep cerita. Ah yasudahlah
kita bahas nanti.
Disini akhirnya permasalahannya sama, sama-sama tayangan yang
peruntukannya bukan untuk anak-anak tapi ditonton anak-anak. Perbedaannya yang
satu animasi yang satu tayangan ril. Seharusnya dikajinya bersamaan dan dari
awal penanyangan dalam satu garis besar ‘tayangan mana yang cocok untuk
anak-anak’.
Memang kalau kita lihat KPI akan segera meninjau untuk sinetron dan FTV
kok.
Tapi pendapat saya pribadi malah yang punya tingkat urgent itu justru
sinetron dan FTV. Aduh saya prihatin melihat acara peluk-pelukan
sayang-sayangan ditiru sama anak-anak SD bahkan TK. Saya saja yang sudah masuk
cukup umur untuk menonton cenderung malas menontonnya. Dibilang romance juga enggak, geli malah
nontonnya hehe.
Sekarang mungkin begini saja.
Anak-anak itu sponge dengan daya serap paling tinggi, maka dalam hal
tayangan, perhatian orang dewasa tentang batas-batas yang boleh dan tidak itu
mutlak. Dampingi tiap menonton dan beri pengertian kepada mereka.
Dukungan peraturan yang kuat dari pemerintah juga tak kalah penting.
Kita sama-sama tahu jam-jam emas tayangan itu ada diwaktu selepas magrib,
anak-anak belum tidur, orang dewasa sudah selesai dari aktifitas. Jumlah
penonton akan naik drastis. Sudah seharusnya pada jam itu tayangan yang punya
mutu baik di siarkan, Kalau tujuannya memang mencerdaskan kehidupan masyarakat.
Bukan sekedar jumlah penonton yang tinggi.
Kalaupun kita ingin tayangan yang punya sedikit ‘taste’ misalnya genre
romance tertentu, atau thriller, bisa taruh di jam yang memang bisa dihindari
oleh anak-anak. Kita juga akan butuh tayangan seperti itu. Ingat dong alasan
kenapa iklan rokok ditayangkan setelah jam 9? Supaya kejahatannya bisa
diminimalisir. Nah berarti tayangan-tayangan macam sinetron yang adegan2 nya
berlebihan, harusnya ditaruh di jam malam toh.
Terakhir adalah dukungan dari kita sebagai penonton. Tayangan-tayangan
tak layak untuk anak masih ada di jam utama karena kita sebagai orang dewasa
masih terus-terusan mendukung tayangan itu ada. Masih terus-terusan nonton , masih terus ikut-ikutan joget-joget *eh. Kita
harus punya rem sendiri, sebagai orang dewasa sudah lebih tahu mana yang
sebetulnya baik, jangan ikut-ikutan mundur.
Tayangan bermutu tidak selalu berisi pengajaran langsung layaknya
proses belajar mengajar disekolah. Pengaturan setting cerita yang menghasilkan
inspirasi juga termasuk tayangan bermutu baik.
Posting Komentar