Jaman sekarang, kita harus akui,
kita punya ketergantungan dengan ponsel dan gadget. Saya juga mengalami.
Rasanya kalau tidak bawa ponsel benar-benar ada yang kurang. Tapi bagi saya
sebatas kurang saja, pada akhirnya saya tidak akan merasa sangat gusar karena
tidak membawa ponsel. Toh, pulang nanti saya bisa langsung buka, kalaupun ada
yang kesal karena saya tidak bisa dihubungi, ya saya tinggal minta maaf, mau
bagaimana lagi.
Bagi saya itu sebuah ketergantungan,
tapi diluar sana saya memperhatikan banyak orang yang punya kelakuan lebih
parah dari saya. Ketergantungannya lebih-lebih besar. Mengapa saya bilang
begitu? Karena setiap saat setiap detik, ponsel atau gadget harus ada di dekat
mereka, paling jauh jaraknya ya di dalam tas. Saya berbicara atas dasar
pengamatan saya lho, bukan sekedar asal bicara.
Di bulan ramadhan misalnya, saat
sholat tarawih. Ponsel harus diletakkan di dekat tempat sujud. Sebelum sholat,
buka gadget, masih adzan buka gadget (bukannya menjawab adzan lagi), selesai
dua rokaat pertama ada jeda, buka gadget, mulai ceramah buka gadget, jalan
pulang buka gadget.
Waktu ibadah yang kita bagi tidak
banyak dalam sehari saja, masih harus dibagi lagi dengan gadget. Jangan heran
kalau waktu untuk mengabulkan doa-doamu juga di kesampingkan.
Contoh lain di kereta, udah segitu
penuhnya juga masih sempat-sempatnya main game di gadget. Udah segitu penuhnya
juga masih sempat-sempatnya selfie.
Akhirnya orang lain yang kena
getah hasil tidak fokusnya.
Aktifitas yang seharusnya tidak
memakai gadget juga sekarang jadi harus melibatkan gadget. Mau lari pagi, harus
pasang music di gadget dulu pakai headphone Bluetooth, baru lari 10 meter ambil
foto selfie dulu berulang-ulang sampai dapat gambar yang paling kece. Larinya
gimana nanti.
Fungsi utamanya dimana?
Dan yang paling ngenes, kumpul
sama temen bukannya ngobrol, malah main gadget. Tak masalah jika sebenarnya ada
suatu kepentingan yang harus dilakukan ketika anda berkumpul. Tapi rasanya
kalau hanya sekedar melihat foto profil orang lain di social media, sekedar
main game, lalu mengabaikan orang-orang yang ada dihadapan, rasanya…
*tepok jidat*
Gadget bisa dibeli satu dua juta,
kalau rasa perhatian dan seorang teman?
Itu baru beberapa contoh dari
kelakuan para maniak gadget. Inilah yang disebut phubbing.
Kesannya saya disini sinis banget
ya sama yang punya gadget itu? Tidak ada maksud sinis. Saya juga punya gadget,
Alhamdulillah lumayan mumpuni, dan terhadap gadget saya itu juga saya punya
ketergantungan. Dalam satu hari tidak berkomunikasi dengan teman-teman saya itu
rasanya tidak enak. Apalagi untuk kepentingan pekerjaan. Tapi yang saya
rasakan, saya masih bisa membedakan waktu
kapan saya harus keluarin gadget saya, kapan harus saya simpan.
Gadget, entah itu bentuknya
ponsel pintar, tablet atau apapun, sebenarnya perangkat yang punya fungsi
besar. Kalau tidak ada gadget, saya sulit komunikasi dengan sahabat-sahabat
saya yang ada di luar kota sana. Saya lebih sulit mengirim email-email
pekerjaan, saya lebih sulit akses informasi di search enginee semacam google, saya sulit menghibur dengan musik
dan banyak kemudahan lain yang tidak bisa saya dapatkan.
Ya, Gadget memudahkan urusan
kita.
Tapi alat itu berjalan atas
kontrol kita.
Bukan kita berjalan atas
kontrolnya.
Jika akhirnya kita benar-benar
ketergantungan dengan alat itu, bukankah itu namanya kita yang dikontrol.
Ketergantungan terhadap gadget
akhirnya membuat seseorang menjadi apatis. Sadar atau tidak sadar. Waktu yang
ada selalu dibagi untuk gadget, untuk melihat layar gadget, tidak melihat
sekitar. Jika ada hal yang terjadi di sekitar, yang akan anda dapatkan cuma
informasi simpang siur, alias terlambat cuy. Jika sudah begitu, bukannya kita
bakal kehilangan kesempatan?
Dalam suatu video ilustrasi yang
pernah saya tonton. Diceritakan ada seorang pria dan wanita yang ditakdirkan
untuk berjodoh. Mereka berjalan dari arah berlawanan dan akhirnya bertemu di
suatu persimpangan. Mereka melihat satu sama lain, lalu berkenalan, bercerita,
akhirnya menjadi dekat lalu menikah dan hidup bahagia.
Kemudian video dilanjutkan dengan
ilustrasi bagaimana kalau di persimpangan itu mereka sama-sama main gadget dan
tidak melihat satu sama lain. Akhirnya tidak ada perkenalan, tidak ada cerita
dan tidak ada pernikahan. Mereka baru bertemu saat sudah sama-sama tua dan baru
menikah
Jodoh sih jodoh, tapi kalau
sama-sama tidak mencari, kapan bertemunya?
Hanya karena gadget.
Takdir dan ketetapan itu ada,
tapi Allah SWT juga mengantarkannya lewat berbagai kesempatan. Bagaimana anda
mau meraih kesempatan kalau kerjaannya nunduk liat gadget terus?
Ini frasa umum sih. Tapi perlu
diresapi. Gadget mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Padahal
seharusnya gadget mendekatkan yang jauh dan menghangatkan yang dekat. Kita
harus nikmati semua momen dekat atau jauh, bukan salah satunya.
Ketergantungan berlebihan
terhadap gadget juga akan membuat anda kehilangan rasa istimewa pada
momen-momen tertentu. Sejak kapan sih menangkap momen itu lebih berarti dari
menikmatinya? Udara segar dan atmosfir dari pegunungan atau eksotisme pantai
kan tidak akan kita dapat dari selembar foto? Tapi nyatanya sekarang malah
sibuk acungin gadget buat selfie daripada menikmati momen itu sendiri. Lebih
mending kalau selfie nya masih latar belakang pemandangan yang indah, lah ini
isinya muka semua.
Sayang sekali jika terlalu banyak
orang menjadi pribadi yang acuh karena terlalu banyak focus pada gadgetnya.
Diluar sana masalah banyak, entah itu politik, sosial, religi, bahkan mungkin
masalah pada diri sendiri. Gadget tak melulu memberikan solusi toh? Google
tidak bisa menyelesaikan masalah sampai akhir, candy crush apalagi. Akhirnya masalah-masalah tak punya
penyelesaian, dan malah makin parah karena makin banyak orang yang acuh.
Seorang phubbers akhirnya hanya bisa sibuk mengeluh di status media sosial
mereka. Padahal jika mereka bergerak dan berusaha mencari solusi, ada
kemungkinan terpecahkan toh?
Nah berdasar dari akibat buruk
ketergantungan gadget yang ada, dilakukan lah kampanye stop phubbing di berbagai
dunia. Misalnya, unicef akan memberikan akses air bersih dan bantuan lain untuk
mereka yang membutuhkan kalau kita bisa berhenti menyentuh atau akses ponsel dalam jangka waktu tertentu. Semakin
lama maka yang didonasikan akan semakin besar. Produk pasta gigi lokal juga
memulai kampanye stop phubbing ini dengan menghadiahkan kantung ponsel supaya
orang-orang bisa lebih menikmati momen dan menyimpan ponsel mereka dalam
kantung tersebut.
Yang paling menarik perhatian
saya adalah kampanye yang ada di web stop phubbing ini. Website ini punya
desain yang simpel tapi menarik. Mereka memaparkan fakta-fakta tentang phubbing
beserta data statistiknya. Anda juga bisa mendownload design poster anti-phubbing, sampai design
wedding card anti phubbing.
Karena menurut mereka banyak dalam pernikahan orang
yang malah sibuk update status ketimbang memperhatikan pengantinnya itu
sendiri. Yang lucu lagi, kalau anda terganggu dengan pelaku phubbing ini, anda
bisa mengupload fotonya ke website ini dan voila, foto phubbers itu akan
tersebar dimana-mana dengan tulisan Shame
a phubber.
Menurut website ini Jakarta masuk urutan ke 11 lho dalam World’s greatest phubbing offenders
alias pelaku phubbing ke terbesar di dunia ke 11 dengan 3.900.000 jiwa. Ya saya
tak heran sih.
Ini adalah beberapa hasil survey yang
dilakukan stopphubbing.com tentang kegiatan phubbing :
97%
orang beranggapan bahwa rasa masakan berubah lebih buruk karena jadi korban
phubbing.
87%
remaja lebih memilih berkomunikasi dengan teks disbanding bertemu langsung satu
sama lain
92%
pelaku phubbing menjadi politisi
Rata-rata
dalam satu restoran, akan terjadi 36 kasus phubbing di waktu makan malam.
Efeknya akan setara dengan menghabiskan waktu sendirian selama 570 hari
Biasanya
seorang phubbers akan menggunakan ponsel mereka untuk :
1-Update
status
2-Sms
orang-orang yang mereka anggap lebih baik dari anda yang ada di hadapan
3-Membeli
music
4-Melakukan
googling tentang Chuck Norris (Asli
ini saya ngakak bacanya)
5-Bermain
games
6-Tertawa
untuk jokes yang bukan tentangmu.
Pada akhirnya semua kampanye stop
phubbing ini mengarahkan orang-orang untuk tidak punya ketergantungan yang
berlebihan terhadap gadget dan ponsel mereka. Ada banyak perubahan yang bisa
seseorang buat ketika mereka mengurangi waktu untuk gadget. Ada hal yang indah
yang bisa dilihat dibanding menunduk melihat gadget terus-terusan. Ada banyak
momen yang akan lebih berarti jika kita stop untuk bikin pembuktian momen itu
ada. Orang-orang bersama anda berarti butuh perhatian anda, dan pengabdian
untuk Yang Maha Kuasa tidak bisa dibandingkan dengan sebatang ponsel.
Jadi keputusan ada di tangan
anda. Mau jadi phubbers apa tidak?
Dekatin yg jauh, menjauhkan yg deket ..
BalasHapushttps://www.youtube.com/watch?v=SwzwiqG2vjM
Posting Komentar