Minggu
lalu saya mendapat kesempatan menghadiri seminar di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik
di Jakarta Timur. Acara rutin tahunan dari STIS ini diberi nama “Liliefors” – Klinik
Penulisan, Desain Grafis dan Fotografi STIS.
Saya antusias menghadiri acara ini
karena tergiur sama pembicaranya yang keren-keren. Pada klinik fotografi ada
Arbain Rambey (fotografer senior kompas) , klinik desain grafis ada Faza Meonk
(kreator si Juki) , dan di klinik penulisan ada Ahmad Fuadi ( Penulis Trilogi Negeri
5 Menara). WOW, itu yang saya bisa bilang untuk pembicaranya, semuanya master
dibidangnya masing-masing.
Oiya,
jalan-jalan kali ini saya ditemani oleh rekan-rekan dari AA Company, yang
notabene teman-teman saya waktu di SMAKBo dulu.
(Ki-Ka)
Assad. Ramadhan, Aisyah dan saya
Acara
diadakan di auditorium STIS dan dimulai sekitar jam 8 pagi. Sebelum masuk ke
auditorium, pengunjung disuguhi dengan pameran kecil di 3 bidang yang menjadi
tema acara ini : Penulisan, desain grafis , dan fotografi. Semua yang ada di
pameran merupakan karya mahasiswa STIS. Keren-keren lho ! Ada juga standing character
dari 3 pembicaranya yang jadi sasaran empuk untuk foto (termasuk saya). Pamerannya
memang tidak terlalu luas, tapi dekorasinya lumayan keren dan apik.
Saya dan "Standing" Bang Faza Meonk
Salah satu karya mahasiswa STIS
Sesi
klinik pun dimulai. Pembicara pertama yang muncul dari bidang fotografi, yaitu
Om Arbain Rambey. Walaupun saya tidak menekuni fotografi, tapi saya termasuk
penggemar beliau, saya pun suka menonton acara fotografinya di salah satu
stasiun tv swasta. Sesi ini berlangsung sangat menarik dan ‘mengalir’. Om
Arbain punya pembawaan yang sangat santai tapi pokok pembicaraan semua dapat
dijabarkan dengan jelas.
Arbain Rambey On Stage
Om
Arbain menjabarkan materi bagaimana fotografi itu bisa menjadi tempat
inverstasi, bisa menjadi pekerjaan yang produktif. Beliau bilang, “orang pasti
butuh di foto, minimal untuk pas foto”. Yang paling sederhana adalah foto
pemandangan, yang bisa dijual untuk kalender perusahaan ataupun kebutuhan lain.
Beliau memperlihatkan kita hasil ‘jepretannya’ sewaktu liburan yang hanya
main-main, tapi akhirnya terjual dengan harga lumayan, berikut dengan
kekurangan dan kelebihan di fotonya yang bisa jadi pelajaran untuk kita
memotret selanjutnya.
Kemudian
bisa juga menjadi fotografer wedding. Om Arbain menunjukan kembali foto-foto
wedding yang ada di koleksinya, meski kali ini tidak semua foto merupakan hasil
jepretannya. Menurutnya beberapa foto ada yang tidak bagus. Mulai dari wajah
pengantinnya yang tidak terlihat, setting latar yang tidak cocok, editan yang
berlebihan sampai gaya yang tidak pas.
“
kalau gaya foto wedding sudah sambil menunjuk, berarti fotografernya sudah
kehabisan akal.”
Pokoknya
sesi ini membuka mata saya tentang fotografi. Banyak hal yang dijabarkan oleh om
Arbain yang saya tidak tahu atau berlawanan dengan anggapan orang-orang.
Misalnya tentang mode auto dan mode manual. Om Arbain bilang, 99% fotonya
beliau ambil dengan mode auto. Menurutnya, lebih penting masalah moment,bagaimana
foto yang bagus itu tergantung kelihaian sang fotografer menangkap moment, kamera
mahal-mahal kenapa kita yang kerja keras lagi.
Dan masih
banyak lagi. Bakal terlalu panjang kalau saya harus tulis semuanya. Yang jelas,
sisi pertama ini seru abis...
Sesi
kedua diisi bang Faza Meonk, kreator si Juki. Yang belum tau si Juki itu apa, silahkan
googling dulu sejenak dan baca komik strip nya si Juki. Kalau buat saya, si Juki itu salah satu komik lokal
favorit saya. Kenapa favorit? Karena ceritanya lucu, tapi banyak sentilan yang
dikemas apik. Karakter si Juki juga dibuat tidak biasa ‘penampakannya’.
Dan
dari sesi ini saya tahu, memang sentilan dalam cerita si Juki ini memang misi
bang Faza dalam membuat komik dan design. Bang Faza menekankan, jadi designer
itu harus punya hati. Kita jangan cuma memandang komersil tapi tidak memandang
dampak yang akan kita hasilkan dalam membuat design. Design harus jadi media
yang dapat digunakan untuk mengingatkan orang, menarik lagi pola pikir orang
yang sudah melilit. Makanya jalan cerita si Juki itu memang selalu punya
semacam pengingat buat kelakuan orang-orang yang aneh, buat fenomena-fenomena
yang seharusnya tidak perlu.
Setuju
banget lah sama bang Faza, berkarya sembari mengingatkan. Salut.
Sesi
terakhir dimulai setelah ishoma. Dan ini pembicara yang saya tunggu-tunggu.
Bang Ahmad Fuadi yang inspiratif. Selain novel trilogi Negeri 5 Menara yang
sangat menarik, kisah hidup bang Ahmad Fuadi tak kalah menarik, siapapun pasti
termotivasi untuk menjalani hidup seperti itu. Bisa menyelesaikan studi dengan
baik, keliling dunia, buku yang terkenal hingga penjuru dunia.
Ahmad Fuadi on Stage
Menurutnya,
apa yang membuat hidupnya menarik seperti itu, adalah menulis. Tulisan itu
lebih hebat dari peluru. Meski sama-sama bersarang di kepala seseorang, peluru
akan hilang ketika dikeluarkan, tapi tulisan akan bersarang terus walau
penulisnya sudah tiada. Dengan tulisan, kita bisa hidup dihati orang-orang yang
membaca tulisan itu. Bang Ahmad Fuadi bilang, ketika menulis, berorientasi
lah menghasilkan tulisan yang bagus
bukan pada tulisan yang laku dijual. Ketenaran dan penjualan yang fantastis itu
hanya bonus dari sebuah tulisan yang bagus.
Bang
Fuadi juga memberi tips untuk kita dalam menulis dan mencari gagasan ide
menulis, misalnya dengan membuka catatan dan foto lama yang bisa jadi bahan
riset untuk cerita. Penulis juga harus banyak-banyak membaca buku cerita lain
dan mempelajarinya. Dan supaya jalan cerita yang kita susun tidak ngawur
kemana-mana, jangan lupa membuat kerangka cerita dan membuat biografi
masing-masing tokohnya.
Wah,
senangnya bisa datang ke acara ini. Bermanfaat banget buat saya. Pembicaranya
semua top. Walaupun ada hal yang diluar ekspektasi saya, pengunjungnya kurang
banyak. Saya sudah berpikir, karena pembicaranya yang keren, pasti bakal banyak
peminatnya, tapi ternyata tidak sebanyak itu. Sisi baiknya, situasi jadi lebih
kondusif sih... hehe
Thank
you for STIS, such a good event...
Posting Komentar