Liliefors 2014

Minggu lalu saya mendapat kesempatan menghadiri seminar di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik di Jakarta Timur. Acara rutin tahunan dari STIS ini diberi nama “Liliefors” – Klinik Penulisan, Desain Grafis dan Fotografi STIS. 



Saya antusias menghadiri acara ini karena tergiur sama pembicaranya yang keren-keren. Pada klinik fotografi ada Arbain Rambey (fotografer senior kompas) , klinik desain grafis ada Faza Meonk (kreator si Juki) , dan di klinik penulisan ada Ahmad Fuadi ( Penulis Trilogi Negeri 5 Menara). WOW, itu yang saya bisa bilang untuk pembicaranya, semuanya master dibidangnya masing-masing.

Oiya, jalan-jalan kali ini saya ditemani oleh rekan-rekan dari AA Company, yang notabene teman-teman saya waktu di SMAKBo dulu.


(Ki-Ka) Assad. Ramadhan, Aisyah dan saya

Acara diadakan di auditorium STIS dan dimulai sekitar jam 8 pagi. Sebelum masuk ke auditorium, pengunjung disuguhi dengan pameran kecil di 3 bidang yang menjadi tema acara ini : Penulisan, desain grafis , dan fotografi. Semua yang ada di pameran merupakan karya mahasiswa STIS. Keren-keren lho ! Ada juga standing character dari 3 pembicaranya yang jadi sasaran empuk untuk foto (termasuk saya). Pamerannya memang tidak terlalu luas, tapi dekorasinya lumayan keren dan apik.

Saya dan "Standing" Bang Faza Meonk 


Salah satu karya mahasiswa STIS

Sesi klinik pun dimulai. Pembicara pertama yang muncul dari bidang fotografi, yaitu Om Arbain Rambey. Walaupun saya tidak menekuni fotografi, tapi saya termasuk penggemar beliau, saya pun suka menonton acara fotografinya di salah satu stasiun tv swasta. Sesi ini berlangsung sangat menarik dan ‘mengalir’. Om Arbain punya pembawaan yang sangat santai tapi pokok pembicaraan semua dapat dijabarkan dengan jelas.

Arbain Rambey On Stage

Om Arbain menjabarkan materi bagaimana fotografi itu bisa menjadi tempat inverstasi, bisa menjadi pekerjaan yang produktif. Beliau bilang, “orang pasti butuh di foto, minimal untuk pas foto”. Yang paling sederhana adalah foto pemandangan, yang bisa dijual untuk kalender perusahaan ataupun kebutuhan lain. Beliau memperlihatkan kita hasil ‘jepretannya’ sewaktu liburan yang hanya main-main, tapi akhirnya terjual dengan harga lumayan, berikut dengan kekurangan dan kelebihan di fotonya yang bisa jadi pelajaran untuk kita memotret selanjutnya.

Kemudian bisa juga menjadi fotografer wedding. Om Arbain menunjukan kembali foto-foto wedding yang ada di koleksinya, meski kali ini tidak semua foto merupakan hasil jepretannya. Menurutnya beberapa foto ada yang tidak bagus. Mulai dari wajah pengantinnya yang tidak terlihat, setting latar yang tidak cocok, editan yang berlebihan sampai gaya yang tidak pas.

“ kalau gaya foto wedding sudah sambil menunjuk, berarti fotografernya sudah kehabisan akal.”

Pokoknya sesi ini membuka mata saya tentang fotografi. Banyak hal yang dijabarkan oleh om Arbain yang saya tidak tahu atau berlawanan dengan anggapan orang-orang. Misalnya tentang mode auto dan mode manual. Om Arbain bilang, 99% fotonya beliau ambil dengan mode auto. Menurutnya, lebih penting masalah moment,bagaimana foto yang bagus itu tergantung kelihaian sang fotografer menangkap moment, kamera mahal-mahal kenapa kita yang kerja keras lagi.

Dan masih banyak lagi. Bakal terlalu panjang kalau saya harus tulis semuanya. Yang jelas, sisi pertama ini seru abis...

Sesi kedua diisi bang Faza Meonk, kreator si Juki. Yang belum tau si Juki itu apa, silahkan googling dulu sejenak dan baca komik strip nya si Juki. Kalau  buat saya, si Juki itu salah satu komik lokal favorit saya. Kenapa favorit? Karena ceritanya lucu, tapi banyak sentilan yang dikemas apik. Karakter si Juki juga dibuat tidak biasa ‘penampakannya’.



Dan dari sesi ini saya tahu, memang sentilan dalam cerita si Juki ini memang misi bang Faza dalam membuat komik dan design. Bang Faza menekankan, jadi designer itu harus punya hati. Kita jangan cuma memandang komersil tapi tidak memandang dampak yang akan kita hasilkan dalam membuat design. Design harus jadi media yang dapat digunakan untuk mengingatkan orang, menarik lagi pola pikir orang yang sudah melilit. Makanya jalan cerita si Juki itu memang selalu punya semacam pengingat buat kelakuan orang-orang yang aneh, buat fenomena-fenomena yang seharusnya tidak perlu.

Setuju banget lah sama bang Faza, berkarya sembari mengingatkan. Salut.

Sesi terakhir dimulai setelah ishoma. Dan ini pembicara yang saya tunggu-tunggu. Bang Ahmad Fuadi yang inspiratif. Selain novel trilogi Negeri 5 Menara yang sangat menarik, kisah hidup bang Ahmad Fuadi tak kalah menarik, siapapun pasti termotivasi untuk menjalani hidup seperti itu. Bisa menyelesaikan studi dengan baik, keliling dunia, buku yang terkenal hingga penjuru dunia.

Ahmad Fuadi on Stage

Menurutnya, apa yang membuat hidupnya menarik seperti itu, adalah menulis. Tulisan itu lebih hebat dari peluru. Meski sama-sama bersarang di kepala seseorang, peluru akan hilang ketika dikeluarkan, tapi tulisan akan bersarang terus walau penulisnya sudah tiada. Dengan tulisan, kita bisa hidup dihati orang-orang yang membaca tulisan itu. Bang Ahmad Fuadi bilang, ketika menulis, berorientasi lah  menghasilkan tulisan yang bagus bukan pada tulisan yang laku dijual. Ketenaran dan penjualan yang fantastis itu hanya bonus dari sebuah tulisan yang bagus.

Bang Fuadi juga memberi tips untuk kita dalam menulis dan mencari gagasan ide menulis, misalnya dengan membuka catatan dan foto lama yang bisa jadi bahan riset untuk cerita. Penulis juga harus banyak-banyak membaca buku cerita lain dan mempelajarinya. Dan supaya jalan cerita yang kita susun tidak ngawur kemana-mana, jangan lupa membuat kerangka cerita dan membuat biografi masing-masing tokohnya.

Wah, senangnya bisa datang ke acara ini. Bermanfaat banget buat saya. Pembicaranya semua top. Walaupun ada hal yang diluar ekspektasi saya, pengunjungnya kurang banyak. Saya sudah berpikir, karena pembicaranya yang keren, pasti bakal banyak peminatnya, tapi ternyata tidak sebanyak itu. Sisi baiknya, situasi jadi lebih kondusif sih... hehe

Thank you for STIS, such a good event...







Post a Comment

أحدث أقدم